Peran
seorang ayah
Tak bisa
dipungkiri bahwa peranan ayah sangat besar dan penting dalam suatu keluarga.
Ayah memang bukan yang melahirkan buah hati tercinta, tetapi peranan ayah dalam
tugas perkembangan anak sangat dibutuhkan. Tugas ayah selain untuk menafkahi
keluarga, ayah juga diharapkan menjadi teman dan guru yang baik untuk anak.
Anak dalam
masa perkembangannya membutuhkan segala pengetahuan di segala bidang. Di
sinilah peranan ayah sangat penting. Faktor genetik memang sangat mempengaruhi
perkembangan anak, tetapi tugas ayah pula dalam perkembangan otak dan nalar
anak.
Dalam
membicarakan kecerdasan anak, tak cukup dinyatakan dengan IQ (intelligence
quotient). Sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang tak memahami
masalah ini. Masih banyak pula yang mengaitkan antara kecerdasan dengan IQ,
padahal keduanya sama sekali berbeda.
Kecerdasan
adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah dan berpikir rasional di dalam
lingkungannya. Sedangkan IQ hanyalah nilai yang diperoleh melalui sebuah tes
kecerdasan. Jadi, anggapan masyarakat tentang kedua hal ini sangatlah berbeda.
Kekurangan
psikologis anak jika tak dibantu seorang ayah dalam perkembangannya akan mudah
dijumpai. Kekurangan psikologis ini antara lain anak menjadi orang yang
pesimis, tidak punya percaya diri, gangguan psikoseksual, sulit beradaptasi
dengan lingkungannya dan sulit mempunyai kepedulian sosialnya.
Memberi
contoh kepemimpinan, membuat anak menjadi individu yang disiplin dan mandiri,
mengajarkan anak bersosialisasi di lingkungannya dan mengajarkan berpikir
rasional- logis adalah salah satu peranan ayah dalam keluarga.
Seorang ayah
diharapkan juga untuk tidak memaksa anak melewati batas potensialnya. Hal ini
memang banyak terjadi pada masa sekarang. Keseimbangan dalam kegiatan bersama
anak sangat diperlukan, misalnya dengan kegiatan indoor-outdoor seperti
rekreasi ke alam terbuka.
Kesadaran
ayah dalam mendidik janganlah suatu tindakan yang terpaksa. Seorang ayah harus
mengetahui apa yang anak perlukan darinya. Pada dasarnya, seorang ayah harus
tahu bahwa posisinya itu harus menjadi pembimbing, guru, kawan dan pelindung.
Menanamkan moral spiritual pada anak sepatutnya jangan lupa diberikan oleh
ayah. Jika ayah tidak memberikan pendidikan moral spiritual, anak menjadi
seorang dengan jiwa yang anarkis dan menjadi individu yang melanggar aturan
atau norma.
Mengenai
peran Ayah, ada 4 peran Ayah di dalam keluarga sebagaimana yang dinyatakan oleh
Najeela Shihab. Peran itu adalah:
1. Player
Sebagai player, Ayah menjadi teman bermain bagi
anak-anaknya. Permainan membuat anak merasa nyaman dan menjadi sarana membangun
ikatan. Semakin sering Ayah bermain dengan anak, biasanya semakin berkualitas
mental anak.
2. Teacher
Seorang ayah yang baik juga harus bisa
berperan sebagai guru. Guru itu berarti sumber pengetahuan bagi anak. Peran
penting Ayah sebagai guru bukan hanya untuk mentransfer pengetahuan, tetapi
juga untuk memelihara rasa keingintahuan anak.
Bidang-bidang
yang biasanya dikuasai Ayah dan lebih baik dari Ibu adalah pelajaran ABCD
(Ally, Boundaries, Challenge, Dreams).
3. Protector
Setiap Ayah pasti memiliki naluri untuk
melindungi anaknya sejak lahir. Tapi fungsi Ayah sebagai pelindung bukan hanya
itu. Justru, yang terpenting adalah mengajarkan anak-anak untuk melindungi dirinya
sendiri karena orangtua tak mungkin bersama mereka setiap waktu.
Sebagai
pelindung, Ayah perlu menjadi Spy, dalam arti berusaha mengenali dunia anak:
mengetahui apa kesukaannya, apa yang dibencinya, teman-teman dekatnya, dan
dunia yang ditekuni anak. Semakin Ayah mengetahui dunia anak, semakin mudah
menjalin komunikasi dan koneksi dengan mereka. Sebaliknya, semakin Ayah tak
mengetahui dan asing dengan dunia yang sedang disenangi anak, semakin jauh
hubuan Ayah-Anak.
4. Partner
Sebagai partner, fungsi Ayah bukanlah
mendukung Ibu dalam pengasuhan anak, tetapi equal partner. Artinya, Ayah
memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dengan Ibu.
Sebagai
partner, Ayah tidak boleh hanya berharap dan bergantung pada Ibu, tetapi juga
terlibat aktif.
Ayah juga
memiliki hak untuk bermain bersama anak, tak hanya berfungsi sebagai “bad cop”
untuk menakut-nakuti anak.
Karena Ayah
dan Ibu adalah partner, maka peraturan rumah tangga pun perlu disepakati dan
tidak boleh berseberangan. Ayah dan Ibu perlu punya suara sama. Jika Ayah
mengatakan tidak, Ibu juga mengatakan yang sama. Demikian sebaliknya.
Peran seorang ibu
Peran dan
fungsi seorang ibu adalah sebagai “tiang rumah tangga” amatlah penting bagi
terselenggaranya rumah tangga yang sakinah yaitu keluarga yang sehat dan
bahagia, karena di atas yang mengatur, membuat rumah tangga menjadi surga bagi
anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi bagi suaminya.
Untuk mencapai ketentraman dan kebahagian dalam keluarga dibutuhkan isteri yang
shaleh, yang dapat menjaga suami dan anak-anaknya, serta dapat mengatur keadaan
rumah sehingga tempat rapih, menyenangkan, memikat hati seluruh anggota
keluarga.
Pe ranan ibu
di dalam mendidik anaknya dibedakan menjadi tiga, pertama, ibu sebagai pemenuh
kebutuhan anak. Kedua, ibu sebagai suri teladan
bagi anak. Terakhir, ibu sebagai pemberi motivasi bagi kelangsungan
kehidupan anak.
Peranan ibu
sebagai pemenuh kebutuhan bagi anak. Ini sangat penting terutama ketika dalam
kebergantungan total terhadap ibunya, yakni berusia 0–5 tahun. Kemudian tetap
berlangsung sampai periode anak sekolah, bahkan menjelang dewasa. Ibu perlu
menyediakan waktu bukan saja untuk selalu bersama, tapi juga berinteraksi
maupun berkomunikasi secara terbuka dan timbal balik dengan anaknya.
Pada dasarnya
kebutuhan seseorang meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial, dan spiritual.
Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan
lainnya. Psikis meliputi kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, diterima, dan
dihargai. Sedangkan kebutuhan sosial akan diperoleh anak dari kelompok di luar
lingkungan keluarganya.
Seorang ibu
harus memberikan atau memuaskan kebutuhan anak secara wajar dan bertanggung
jawab, tidak berlebihan maupun tak kurang. Pemenuhan kebutuhan anak secara
berlebihan atau kurang akan menimbulkan pribadi yang kurang sehat di masa yang
akan datang. Dalam memenuhi kebutuhan psikis anak, seorang ibu harus mampu
menciptakan situasi yang aman bagi putra-putrinya. Ibu diharapkan dapat
membantu anak apabila mereka menemui kesulitan-kesulitan. Perasaan aman anak
yang diperoleh dari rumah akan dibawa keluar rumah, artinya anak akan tidak
mudah cemas dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul.
Peranan Ibu
sebagai suri teladan bagi anaknya. Dalam mendidik anak, seorang ibu harus mampu
menjadi teladan bagi anak-anaknya. Mengingat bahwa perilaku orang tua,
khususnya ibu, akan ditiru yang kemudian dijadikan panduan dalam perilaku anak,
harus mampu menjadi teladan bagi mereka. Dalam hal ini yang harus diperhatikan
oleh orang tua dalam mendidik anak adalah
proses mendidik yang disesuaikan tingkat kecerdasan anak itu sendiri.
Kecerdasan anak yang berumur 0–5 tahun terbatas pada inderawinya saja, akal
pikiran, dan perasaannya belum berfungsi secara maksimal.
Sejak anak lahir
dari rahim seorang ibu, maka ibulah yang banyak mewarnai dan memengaruhi
perkembangan pribadi, perilaku, dan akhlak anak. Untuk membentuk perilaku anak
yang baik tidak hanya melalui bil lisan tetapi juga dengan bil haal yaitu
mendidik anak lewat tingkah laku. Sejak anak lahir, ia akan selalu melihat
dan mengamati gerak gerik atau tingkah
laku ibunya. Dari tingkah laku ibunya itulah, anak akan senantiasa melihat dan
meniru yang kemudian diambil, dimiliki, dan diterapkan dalam kehiduapnnya.
Dalam perkembangan anak, proses identifikasi sudah mulai bisa dilakukan ketika
si anak berusia 3–5 tahun.
Kini, anak
cenderung menjadikan ibu yang merupakan orang yang dapat memenuhi segala
kebutuhannya maupun orang yang paling dekat dengan dirinya sebagai figur/contoh/teladan
bagi sikap maupun perilakunya. Anak akan mengambil, kemudian memiliki
nilai-nilai, sikap maupun perilaku ibu. Dari sini jelas bahwa perkembangan
kepribadian anak bermula dari keluarga, dengan cara anak mengambil nilai-nilai
yang ditanamkan orang tua baik secara sadar maupun tidak. Dalam hal ini
hendaknya orang tua harus menjadi contoh yang positif bagi anak-anaknya.
Anak akan
mengambil nilai-nilai, sikap maupun perilaku orang tua, tidak hanya apa yang
secara sadar diberikan pada anaknya misal melalui nasihat, tapi juga dari
perilaku orang tua yang tidak disadari. Kita sering melihat banyak orang tua
yang menasihati anaknya tapi mereka sendiri tidak melakukannya. Hal ini akan
mengakibatkan anak tidak sepenuhnya mengambil nilai norma yang ditanamkan.
Jadi, untuk
melakukan peran sebagai suri teladan, ibu sendiri harus sudah memiliki
nilai-nilai itu sebagai milik pribadinya yang tercermin dalam sikap dan
perilakunya. Hal ini penting artinya bagi proses belajar anak-anak dalam usaha
untuk menyerap apa yang ditanamkan. Sepatutnya, ibu tidak hanya bisa menyuruh
dan interupsi terhadap anaknya, tapi mengajak langsung apa yang terbaik.
Peranan ibu
sebagi pemberi motivasi bagi kelangsungan kehidupan anaknya. Sejak masa
kelahiran seorang anak, proses pertumbuhan berbagai organ belum sepenuhnya
lengkap maksimal. Perkembangan dari proses organ-organ ini sangat ditentukan
oleh motivasi/rangsangan yang diterima anak dari ibunya. Rangsangan yang
diberikan oleh ibu, akan memperkaya pengalaman dan mempunyai pengaruh yang
besar bagi perkembangan kognitif anak. Bila pada bulan-bulan pertama anak
kurang mendapatkan stimulasi visual, perhatian terhadap lingkungan sekitar juga
akan berkurang.
Stimulasi
verbal dari ibu akan sangat memperkaya kemampuan bahasa anak baik dari kualitas
maupun kuantitasnya. Kesediaan ibu untuk berbicara dengan anaknya akan
mengembangkan proses bicara anak. Jadi, perkembangan mental anak akan sangat
ditentukan oleh seberapa motivasi/stimulasi/rangsangan yang diberikan ibu
terhadap anaknya. Bentuk rangsangan dapat berupa cerita-cerita, macam-macam
alat permainan yang edukatif atau bisa juga mengajak rekreasi yang dapat
memperkaya pengalamannya. Di sini lah sosok ibu dituntut untuk terus
meningkatkan kualitas dirinya dengan memperkaya sebanyak mungkin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni sebagai modal awal dalam rangka
keberhasilannya sebagai pemberi motivasi dalam mengantarkan kelangsungan hidup
anak yang cerdas serta sukses.
Peran seorang anak
Peran seorang
anak dalam sebuah keluarga menjadi sangat beragam ketika kita melihat perannya
dari sudut pandang usia. Ketika kita masih berumur balita, kita tidak memang
tidak mempunyai peran apa-apa didalam keluarga karena kita mempunyai hak untuk diasuh dan dirawat oleh
kedua orang tua kita. Menginjak umur remaja sudah sepatutnya kita dapat
meringankan beban kedua orang tua kita dengan cara membantu mengurus pekerjaan
yang berhubungan dengan pribadi kita seperti mencuci sepatu, mencuci piring,
mencuci baju, membereskan kamar kita, dan lain-lain. Menginjak umur dewasa
barulah peran kita sebagai anak menjadi bertambah banyak mengingat kita pada
umur dewasa telah berkembang menjadi seorang manusia yang dapat hidup mandiri
dan tidak lagi membebankan pekerjaan rumah pada kedua orang tua kita.
Namun bila kita melihat peran seorang anak
dari sudut pandang sosial, banyak sekali anak-anak yang masih kecil bisa
mencari penghasilan mereka sendiri, seperti pada kalangan menengah ke bawah
banyak sekali anak-anak yang mengamen di jalan-jalan besar karena mereka inigin
membantu keluarganya dalam mecari nafkah. Kemudian dari kalangan menengah ke
atas banyak juga anak-anak kecil yang sudah bisa mencari uang mereka sendiri
dengan cara bekerja seperti "Baim" yang bekerja sebagai aktor dalam
acara-acara televisi.
Jadi sudah seharusnya kita sebagai anak dalam
keluarga sudah tahu persis bagaimana dalam mengambil tindakan dan peranan kita
didalam keluarga kita sendiri. Jangan sampai kita terlalu menjadi beban atau
terlalu tergantung pada keluarga kita sendiri. Karena suatu saat nanti kita
akan beranjak dewasa dan terlepas dari tanggung jawab kedua orang tua kita.
Peran
seorang anak untuk membahagiakan orang tua
Setelah
mendepani gelombang globalisasi yang penuh dengan ranjau dan onak duri,
hubungan institusi kekeluargaan semakin renggang. Hal ini turut mencetuskan
pelbagai sindrom sosial yang bagai duri dalam daging masyarakat kita,
terutamanya penganiayaan kanak-kanak, lari dari rumah, mat rempit, penagihan
dadah dan lain-lain lagi. Dalam konteks ini, ibu bapa sering diberikan amanah
yang berat untuk memperkukuh ikatan institusi kekeluargaan. Bagiamanapun,
bertepuk sebelah tidak akan berbunyi. Anak yang masih kecil juga perlu memikul
tanggungjawab untuk menjamin kebahagiaan keluarga. Hal ini seiring dengan
kata-kata mutiara, “Orang yang paling tidak bahagia ialah mereka yang paling
takut pada perubahan.” Lantaran itu, anak yang kecil juga perlu dicelikkan
peranan mereka dengan mengubah sikap mereka untuk menjayakan program rumahku,
syurgaku.
Salah satu peranan yang
prioriti anak untuk menjamin kebahagiaan keluarga adalah bersahsiah mulia dan
berbudi bahasa. Hal ini demikian kerana tingkah laku anak yang sopan dapat
melegakan ibu bapa yang menghadapi pelbagai persaingan dalam kerjaya mereka.
Hal ini selaras dengan peribahasa, “ yang merah itu saga, yang kurik itu kundi,
yang baik itu bahasa, yang indah itu budi.” Sehubungan dengan itu, setiap anak
perlu sentiasa bertutur dengan lemah lembut dan berhemah tinggi untuk melayani
ibu bapa mereka. Kita tidak patut bertengkar dengan adik-beradik sehingga
merisaukan orang tua kita. Sebagai jantung hati ibu bapa, anak hendaklah
bersalam kepada orang tua dan mesti meminta kebenaran daripada mereka sebelum
membuat sesuatu keputusan. Kata-kata hikmat harus sentiasa tertanam dalam bibir
anak, seperti “ terima kasih”, “maafkan saya”, “bolehkah saya”, “tolong” dan
lain-lain lagi. Segala penat lelah ibu bapa akan reda ketika menghadapi anak
mereka yang berperangai murni . Tegasnya, tingkah laku anak yang berjati diri
dan berbudi bahasa dapat meningkatkan keharmonian dalam rumah.
Selain itu, anak perlu
mendukung tanggungjawab untuk meringankan beban ibu bapa dengan melakukan kerja
rumah tangga. Pada alaf baru yang sentiasa berkompetitif, kebanyakan ibu telah
bekerja di luar di samping memainkan peranan sebagai suri rumah tangga. Senario
ini menyebabkan mereka sentiasa menghadapi lambakan kerja yang tidak pernah
habis. Sebagai anak yang bertimbang rasa, kita juga patut melakukan kerja-kerja
rumah tangga untuk meringankan beban ibu yang disayangi. Sebagai contoh, kita
boleh menyapu rantai, mencuci baju dan kasut sekolah , mengelap tingkap,
mencuci kereta malah memasak. Semangat berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing harus diamalkan oleh setiap ahli keluarga. Bagaimanapun, kebanyakan
remaja sekarang meremehkan kerja rumah tangga malah keadaan bilik mereka
berselerakan. Ibu bapa yang penat dan sibuk dengan kerja rumah tangga pasti
tidak mungkin dapat menaruh kasih sayang kepada anak mereka bagai menatang minyak
yang penuh. Dengan kata lain, anak yang sanggup melakukan kerja-kerja rumah
tangga dapat meningkatkan kualiti kesejahteraan keluarga.
Seterusnya, anak yang
bertanggungjawab hendaklah berdisiplin dan menjauhi kegiatan yang negatif.
Sejak kebelakangan ini, ibu bapa sentiasa gelisah dan risau akan anak mereka
yang terlibat dalam pelbagai kemelut sosial, tamsilnya gengsterime, vandalisme,
melepak, mat rempit, merokok bahkan menagih dadah. Hubungan ibu bapa dengan
anak semakin tegang dan tidak mesra lagi ketika ibu bapa asyik menegur
perbuatan anak mereka yang tidak sihat. Sebelum senario ini terjadi, anak perlu
ada kesedaran dan membuat pertimbangan
yang sewajarnya. Golongan remaja dan belia harus memiliki keimanan sebagai
pedoman bagai jauhari yang mengenal manikam. Ajakan syaitan dan bisikan iblis
harus dijauhi dengan mendalamkan ajaran agama. Ketika menghadapi sesuatu
dilema, anak perlu meminta nasihat daripada ibu bapa atau adik-beradik mereka.
Seandainya anak dapat mengamalkan prinsip yang baik dijadikan teladan, yang
buruk dijadikan sempadan, mereka pasti dapat melepaskan diri daripada kepompong
sindrom sosial. Perselisihan dalam keluarga pasti dapat diminimumkan.
Walhasilnya, anak yang berdisiplin dapat memastikan keamanan keluarga mereka.
Di samping itu, salah satu
peranan anak adalah menghargai jasa ibu bapa mereka. Nilai kesyukuran perlu ada
pada setiap insan. Kata orang yang bijak pandai, “orang yang bersyukur ialah
manusia yang bahagia kerana dapat menikmati segala kurniaan-Nya.” Rentetan
daripada itu, setiap anak perlu menghargai segala nikmat yang diperoleh. Mereka
perlu mengenang jasa ibu bapa seperti peribahasa, “hutang emas boleh dibayar,
hutang budi dibawa mati”. Untuk berterima kasih kepada ibu bapa yang mengasuh,
membimbing dan mendidik kita, sebagai anak, kita harus taat dan hormat kepada
mereka. Ketika hari jadi ibu bapa, anak boleh membuat kad hari jadi kepada
mereka. Anak boleh membeli hadiah kepada ibu bapa dengan wang saku. Kad yang
berharga satu dua ringgit itu membawa makna yang tidak ternilai kepada penerima
kerana anak itu sedar akan kesusahan dan pengorbanan ibu bapa mereka. Ketika
Hari Bapa atau Hari Ibu, adik-beradik boleh menyediakan hidangan yang disukai
oleh ibu bapa untuk mengambil hati mereka. Natijahnya, anak perlu menghargai
jasa ibu bapa mereka dan berusaha membahagiakan mereka.
Sementelahan, anak berkewajipan
untuk belajar dangan bersungguh-sungguh. Anak yang cemerlang dalam akademik,
kokurikulum dan sukan dapat mengharumkan nama keluarga. Ibu bapa akan berasa
bahagia dan berpuas hati ketika anak mereka mencapai kejayaan dalam pelajaran.
Tidak dapat dinafikan bahawa pencapaian anak merupakan impian setiap ibu bapa.
Mereka bekerja keras untuk menyekolahkan anak mereka supaya anak mereka dapat
melanjutkan pelajaran ke menara gading. Sebagai pelajar, anak perlu memikul
tanggungjawab tersebut dengan belajar bersungguh-sungguh, ibarat genggam bara
api, biarlah sampai jadi arang. Kepandaian atau kecerdikan setiap orang adalah berbeza
tetapi usaha tangga kejayaan. Jika setiap anak dapat menelaah pelajaran dengan
tekun dan teliti, pelajaran mereka pasti dapat menuju ke arah kegemilangan
kerana di mana ada kemahuan, di situ ada jalan. Segala usaha yang pahit dapat
melahirkan buah yang manis. Kecemerlangan anak dalam pelajaran turut membantu
mereka memperoleh biasiswa sehingga meringankan beban ibu bapa untuk menanggung
kos pendidikan anak. Dengan kata lain, anak perlu belajar dengan tekun untuk
mengharumkan nama keluarga.
Secara tuntasnya, anak memainkan peranan yang
penting untuk membahagiakan keluarga mereka. Anak yang bersopan,
bertanggungjawab, berdisiplin, rajin dan menghargai jasa ibu bapa dapat
mencambahkan keluarga yang sakinat. Walau bagaimanapun, setiap anggota keluarga
perlu bermuafakat seperti peribasasa, “bulat air kerana pembetung, bulat
manusia kerana muafakat” untuk mewujudkan institusi kekeluargaan yang utuh dan
sejahtera. Atas persefahaman dan kerjasama setiap anggota keluarga, progaram
“Rumahku, Syurgaku” dan “Semakin Hari Semakin Sayang” baru dapat
direalisasikan.
Peran
kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:
1.
Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak
mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada
saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka
akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua
orang tua terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan
anak-anaknya untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian
ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.[13]
2.
Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan
ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi
dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka
menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.[14]
3.
Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan
berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang
tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri
anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan
negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim
kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus
menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain.
Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati
sesamanya.[15]
4.
Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak
berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini
akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap.
Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah
untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka
percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain
mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.[16]
5.
Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan
melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu
tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi
tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap
mereka. Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah
keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua
orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya
maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan
menyiapkan sarana penyelewengan anak.
Dan
yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang
pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak
secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sini
berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis maupun
praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak
serta emosional kepada anak-anaknya,
pertama mereka sendiri harus mengamalkannya.
keluarga
merupakan lingkungan social pertama yang di kenal oleh anak anak, secara tidak
langsung anak akan belajar melihat dan menganalisis kepribadian keluarganya,
mereka akan cenderung meniru, menerapkan dan menggunaka, nya sehingga keluaraga
sebenarnya merupakan cikal bakal pembentuk kepribadian anak, lantas bagaimana
sikap kita sebagi anggota dalam keluarga tersebut, ?
kita sebagai salah satu elemen penting dalam
keluarga dan elemen penting dalam pembentuk kepribadian anak, seharusnya
bersikap baik, dan mampu memberikan contoh yang baik bagi anak, mungkin dalam
hal sikap, perkataan, serta tindakan, karna sekali hal hal yang kita laku kan
mungkin secara tidak kita sadarai hal tersebut akan di contoh oleh anak,
sehingga usahakan lakukan hal yang terbaik,
selain itu kita juga harus menciptakan suasana
yang nyaman dalam lingkungan keluarga, agar anak merasa nyaman dan senang,
karena kondisi keluarga yang baik akan memudahkan anak untuk bersosialisasi,
dan berkomunikasi kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar